Perilaku Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami Istri Beda Agama Dalam Membangun Keharmonisan Keluarga (Studi Kasus Pasangan Suami Istri Beda Agama Di Kecamatan Sukamaju Kabupaten Luwu Utara)
DOI:
https://doi.org/10.33096/respon.v4i3.248Keywords:
Perilaku komunikasi interpersonal, keharmonisanAbstract
Penelitian ini membahas studi kasus tentang perilaku komunikasi interpersonal pasangan suami istri beda agama dalam membangun keharmonisan keluarga di kecamatan sukamaju kabupaten luwu utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku komunikasi interpersonal pasangan suami istri beda agama dalam membangun keharmonisan keluarga di kecamatan sukamaju kabupaten luwu utara dan untuk mengetahui upaya menjaga keharmonisan pasangan suami istri beda agama di kecamatan Sukamaju kabupaten luwu utara .
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Sumber data primer adalah pasangan suami istri beda agama dan kepala KUA di kecamatan Sukamaju kabupaten luwu utara sedangkan data sekunder adalah dokumen-dokumen dan jurnal. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dan dibantu dengan alat pengumpulan data yaitu pedoman observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal pasangan suami istri beda agama dalam membangun keharmonisan keluarga di kecamatan Sukamaju kabupaten luwu utara masih harmonis karena adanya komunikasi suami istri yang baik hal ini dilihat dari indikator (1)Keterbukaan (2)Empati , (3)Sikap mendukung (4) Sikap Positif, dan (5) Kesetaraan. Upaya menjaga keharmonisan keluaraga beda agama yaitu: (1)Menjalin interaksi yang baik antar anggota keluarga dan lingkungan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan bersikap ramah, berbaur dalam masyarakat seperti aktif mengikuti kegiatan sosial. (2)Kerjasama. Hal ini dapat dilakukan dengan mengganti peran suami atau istri sementara saat mereka tidak bisa menjalankan peran dengan maksimal.. (3).Memberi kebebasan berkeyakinan. Hal ini dilakukan dengan cara menghargai dan memahami keputusan pasangan untuk menganut agama yang berbeda agar dapat meminimalisir adanya konflik dalam keluarga